._____.

by - October 27, 2015

Eksistensi adalah sifat naluriah setiap orang. Sadar tidak sadar manusia akan selalu senang dipuji, tidak senang dipermalukan. Apalagi di depan umum. Setertutup apapun orang.

Semua orang punya sifat dan kesenanangannya masing-masing. Punya zona nyamannya masing-masing. Walaupun katanya kita harus berani, dengan mencoba keluar dari zona nyaman, tetap saja manusia butuh zona nyaman, setidaknya untuk beristirahat.

Ada manusia yang secara naluriah akan mengumpulkan orang untuk membantunya mewujudkan sesuatu. Ada juga yang tidak ingin berada di depan tapi sama-sama punya mimpi. Sudah banyak teori yang menjelaskan pihak pertama tadi. Pihak yang selalu dielu-elukan. Dikenal banyak orang. Jalannya seakan-akan lebih mudah setelah itu. sudah banyak penjelasan tentang bagaimana menuju ke sana, bagaimana kalau gagal di sana, sharing-sharing sama orang yang pernah di sana.

Tapi untuk yang kedua saya rasa jarang, mengapa? Karena boro-boro mengadakan event-event bareng, eksistensi mereka pun kadang timbul tenggelam. Tipe-tipe orang yang kadang dipertanyakan ke’benar-atau-salah’nya. Logikanya, setiap orang yang ingin memimpin butuh orang untuk dipimpin, kalau semua orang jadi pemimpin, tidak akan ada yang dipimpin. Memimpin memang baik, tapi dipimpin juga baik.

Aku menyadari itu. Aku sudah memilih (mungkin bukan memilih, tapi memang terlahir) untuk menjadi yang kedua. Aku tidak suka dengan ke-tidak-tulus-an. Ya walaupun aku belajar untuk tidak mengharapkan ketulusan dari manusia. Hahaha. Aku selalu mengendalikan hati untuk selalu tulus. Karena kalau tidak begitu, aku sering merasa lelah sendiri. Nah terutama dalam menjalankan tipe orang kedua tadi. Daripada lelah berharap, mening tidak berharap dan mengendalikan hati saja.

Tapi aku sering juga melihat orang tipe kedua ini jadi mengambang. Dia senang menyokong orang, senang ‘mengabdi’ dengan tulus (entah itu orientasi untuk pemimpinnya atau tuhannya) tapi jadi bingung memposisikan diri. Dia sering iri dengan temannya sendiri yang ia sokong ketika sudah berhasil. Dia merasa hampa tidak mendapatkan apa-apa. Tidak jabatan, tidak pujian, tidak perlakuan orang. Perkerjaan orang tipe kedua ini memang lebih banyak main hati mungkin ya.

Allah ga pernah berhenti menghitung. Itu saja yang membuatku survive. Mungkin bisa untukmu juga.

Aku bingung. Sekarang, seakan-akan ‘hebat’ itu merujuk pada satu. Cara berkembang orang yang tidak serupa dengan orang ‘hebat’ itu dianggap salah. Dianggap keliru dan diminta untuk merubah. Apa salahnya mencari jalan sendiri. Toh ilmu itu tersebar kan. Apakah salah orang yang tidak membaca Das Kapital? Ga semua kehidupan berasal dari sana kan. Aku meyakini tidak ada bacaan wajib seorang manusia selama hidup kecuali Al-Qur’an.

Aku merasa risih atau tidak nyaman sendiri ketika lingkungan memaksa aku untuk tiba-tiba mengagumi seseorang, untuk tiba-tiba mengkopi list buku yang ia konsumsi, mendoktrin pola pikir untuk langsung diiyakan, menuntut aku peka di wilayah ketidakpekaanku. Apalagi dalam waktu yang relatif singkat.

Aku lebih suka menemukan sendiri sosok yang aku kagumi. Entah itu denger di radio, denger ceramah dia, ketemu di buku, di media sosial, sekelompok di mana, jadi imam di mana, dari cerita siapa...

Menemukan buku yang menurutku rame, entah itu di rak buku asrama orang, perpustakaan kabupaten, tumpukan buku yang baru dikembalikan di perpustakaan Salman, di tumpukan buku yang sudah aku beli, di tumpukan terbawah buku –buku usang yang hampir tak ada harganya di BCC Palasari, di toko buku yang sekarang udah tutup di daerah Kopo yang aku ke situ kalau aku ngantuk pas naik motor doang, tiba-tiba dikasih tugas baca sama mata’, ya gitu-gitu.

Wilayah kepekaan orang juga macem-macem. Ada yang orang yang peka di sini dan tidak peka di sana. Dan begitu sebaliknya. Tidak semua orang bisa dipaksakan peka di semuanya. Itulah gunanya berteman menurutku.

Semuanya pasti aku temukan dari perantara orang lain juga, cuman aku ga suka aja kalau tiba-tiba disuruh melakukan sesuatu, lalu seperti ‘aku dikondisikan’ untuk bersemangat di situ. Terutama di wilayah yang bukan zona nyaman aku. Huft. Mungkin mau tak mau nantinya pun aku akan senang dan mendapat banyak manfaat dari situ. Ga suka bukan berarti ga baik dan ga akan kulakukan ko. Cuman ya aku kurang suka bagian ini saja.

Haha gitu deh aku lagi pusing saja. Menulis pun ini tidak ada kerangkanya dulu. Gimana jarinya ini mau ngetik saja. Tumpang tindah kesimpulan sama contoh pun aku rasakan juga pas aku baca ulang lagi barusan. Yasudah lah yang penting mencurahkan.


Smgt. Me. And. You. All.

You May Also Like

0 comments