._____.
Eksistensi adalah sifat naluriah setiap orang. Sadar tidak
sadar manusia akan selalu senang dipuji, tidak senang dipermalukan. Apalagi di
depan umum. Setertutup apapun orang.
Semua orang punya sifat dan kesenanangannya masing-masing. Punya
zona nyamannya masing-masing. Walaupun katanya kita harus berani, dengan
mencoba keluar dari zona nyaman, tetap saja manusia butuh zona nyaman,
setidaknya untuk beristirahat.
Ada manusia yang secara naluriah akan mengumpulkan orang
untuk membantunya mewujudkan sesuatu. Ada juga yang tidak ingin berada di depan
tapi sama-sama punya mimpi. Sudah banyak teori yang menjelaskan pihak pertama
tadi. Pihak yang selalu dielu-elukan. Dikenal banyak orang. Jalannya seakan-akan
lebih mudah setelah itu. sudah banyak penjelasan tentang bagaimana menuju ke
sana, bagaimana kalau gagal di sana, sharing-sharing sama orang yang pernah di
sana.
Tapi untuk yang kedua saya rasa jarang, mengapa? Karena boro-boro
mengadakan event-event bareng, eksistensi mereka pun kadang timbul tenggelam. Tipe-tipe
orang yang kadang dipertanyakan ke’benar-atau-salah’nya. Logikanya, setiap
orang yang ingin memimpin butuh orang untuk dipimpin, kalau semua orang jadi
pemimpin, tidak akan ada yang dipimpin. Memimpin memang baik, tapi dipimpin
juga baik.
Aku menyadari itu. Aku sudah memilih (mungkin bukan memilih,
tapi memang terlahir) untuk menjadi yang kedua. Aku tidak suka dengan
ke-tidak-tulus-an. Ya walaupun aku belajar untuk tidak mengharapkan ketulusan
dari manusia. Hahaha. Aku selalu mengendalikan hati untuk selalu tulus. Karena kalau
tidak begitu, aku sering merasa lelah sendiri. Nah terutama dalam menjalankan
tipe orang kedua tadi. Daripada lelah berharap, mening tidak berharap dan
mengendalikan hati saja.
Tapi aku sering juga melihat orang tipe kedua ini jadi
mengambang. Dia senang menyokong orang, senang ‘mengabdi’ dengan tulus (entah
itu orientasi untuk pemimpinnya atau tuhannya) tapi jadi bingung memposisikan
diri. Dia sering iri dengan temannya sendiri yang ia sokong ketika sudah
berhasil. Dia merasa hampa tidak mendapatkan apa-apa. Tidak jabatan, tidak
pujian, tidak perlakuan orang. Perkerjaan orang tipe kedua ini memang lebih
banyak main hati mungkin ya.
Allah ga pernah berhenti menghitung. Itu saja yang membuatku
survive. Mungkin bisa untukmu juga.
Aku bingung. Sekarang, seakan-akan ‘hebat’ itu merujuk pada
satu. Cara berkembang orang yang tidak serupa dengan orang ‘hebat’ itu dianggap
salah. Dianggap keliru dan diminta untuk merubah. Apa salahnya mencari jalan
sendiri. Toh ilmu itu tersebar kan. Apakah salah orang yang tidak membaca Das Kapital?
Ga semua kehidupan berasal dari sana kan. Aku meyakini tidak ada bacaan wajib
seorang manusia selama hidup kecuali Al-Qur’an.
Aku merasa risih atau tidak nyaman sendiri ketika lingkungan
memaksa aku untuk tiba-tiba mengagumi seseorang, untuk tiba-tiba mengkopi list
buku yang ia konsumsi, mendoktrin pola pikir untuk langsung diiyakan, menuntut
aku peka di wilayah ketidakpekaanku. Apalagi dalam waktu yang relatif singkat.
Aku lebih suka menemukan sendiri sosok yang aku kagumi. Entah
itu denger di radio, denger ceramah dia, ketemu di buku, di media sosial,
sekelompok di mana, jadi imam di mana, dari cerita siapa...
Menemukan buku yang menurutku rame, entah itu di rak buku
asrama orang, perpustakaan kabupaten, tumpukan buku yang baru dikembalikan di
perpustakaan Salman, di tumpukan buku yang sudah aku beli, di tumpukan terbawah
buku –buku usang yang hampir tak ada harganya di BCC Palasari, di toko buku
yang sekarang udah tutup di daerah Kopo yang aku ke situ kalau aku ngantuk pas
naik motor doang, tiba-tiba dikasih tugas baca sama mata’, ya gitu-gitu.
Wilayah kepekaan orang juga macem-macem. Ada yang orang yang
peka di sini dan tidak peka di sana. Dan begitu sebaliknya. Tidak semua orang
bisa dipaksakan peka di semuanya. Itulah gunanya berteman menurutku.
Semuanya pasti aku temukan dari perantara orang lain juga,
cuman aku ga suka aja kalau tiba-tiba disuruh melakukan sesuatu, lalu seperti ‘aku
dikondisikan’ untuk bersemangat di situ. Terutama di wilayah yang bukan zona
nyaman aku. Huft. Mungkin mau tak mau nantinya pun aku akan senang dan mendapat
banyak manfaat dari situ. Ga suka bukan berarti ga baik dan ga akan kulakukan
ko. Cuman ya aku kurang suka bagian ini saja.
Haha gitu deh aku lagi pusing saja. Menulis pun ini tidak
ada kerangkanya dulu. Gimana jarinya ini mau ngetik saja. Tumpang tindah
kesimpulan sama contoh pun aku rasakan juga pas aku baca ulang lagi barusan. Yasudah
lah yang penting mencurahkan.
Smgt. Me. And. You. All.
0 comments