Matriarchat - Patriarchat
Dari Sarinah, oleh Soekarno.
Dahulu, zaman
purba, hubungan laki-laki dan perempuan sama saja seperti hewan. Tidak ada
pasangan. Siapa bisa bisa menanamkan anaknya di rahim siapa, lalu beberapa saat
mereka selalu bersama setelah itu tidak lagi. Sehingga seorang anak tidak
diketahui siapa bapaknya karena sang ibu melakukannya dengan banyak lelaki. Setelah
itu, ibunya lah yang merawat anak itu sampai besar. Sang bapa tidak akan
memikirkan konsekuensi mengurus anak setelah itu.
Lelaki akan keluar dari tempat mereka berkumpul dan berburu
mencari hewan buruan untuk makan. Wanita akan menetap karena memiliki kewajiban
mengandung dan merawat anak. Namun, wanita yang dibekali akal yang sama dengan
pria ini akan ‘bekerja’ pula sembari menunggu. Merekalah yang membuat rancangan
rumah, perkakas dan perabot, serta memulai bercocoktanam! Setelah dirasa
bercocoktanam lebih menentu, banyak lelaki yang berhenti berburu serta membantu
kaum wanita untuk bercocok tanam. Saat itu wanita lebih unggul dari lelaki
karena mereka memimpin per-cocok-tanam-an.
Lama kelamaan bercocoktanam jadi milik lelaki. Lelaki juga
merambah ke arah beternak hewan-hewan buruan yang didapat dalam keadaan hidup. Wanita
kembali ke rumah dan mengurus anak. Lelaki menjadi lebih sadar untuk
memperbanyak kekayaan. Mereka memikirkan untuk siapa kekayaan mereka kalau
mereka pergi. Akhirnya mereka memilih satu wanita secara pasti supaya ia
mendapat anak darinya dan dapat mewariskan kekayaannya pada anaknya. Sejak saat
itu, lelaki kembali memimpin kehidupan.
Wanita menjadi percampuran antara dewi dan tolol. Satu sisi
ia dipuja karena kecantikannya, satu sisi ia dianggap tolol karena hidupnya
hanya bisa ditopang oleh suami. Kebanyakan wanita ‘dipingit’ di rumah
karenanya. Hanya diperbolehkan keluar untuk menyelesaikan urusan rumah tangga
saja.
Zaman berganti, industri semakin maju. Biasanya wanita harus
menenun sendiri di rumah untuk membuat pakaian dia, suami, dan anaknya. Namun industri
menawarkan pakaian dengan harga lebih murah dan praktis namun tentu saja
membutuhkan tenaga kerja. Awalnya lelaki lah yang bekerja. Namun industrialisasi
juga ternyata berimbas pada penarikan wanita untuk ikut serta mencari nafkah. Ternyata
kerja perempuan lebih rapih, lebih sabar, lebih nerimo, dan lebih murah. Akhirnya banyak wanita yang menjadi
seperti lelaki bekerja mencari nafkah.
Namun itu tadi, wanita memiliki kodrat untuk mencintai suami
dan anaknya. Sehingga sepulang bekerja, ia tidak lantas beristirahat. Namun,
kembali membanting tulang mempersiapkan keperluan suami dan anak-anaknya serta
membereskan rumah.
0 comments