Matriarchat - Patriarchat

by - January 07, 2016

Dari Sarinah, oleh Soekarno.

Dahulu, zaman purba, hubungan laki-laki dan perempuan sama saja seperti hewan. Tidak ada pasangan. Siapa bisa bisa menanamkan anaknya di rahim siapa, lalu beberapa saat mereka selalu bersama setelah itu tidak lagi. Sehingga seorang anak tidak diketahui siapa bapaknya karena sang ibu melakukannya dengan banyak lelaki. Setelah itu, ibunya lah yang merawat anak itu sampai besar. Sang bapa tidak akan memikirkan konsekuensi mengurus anak setelah itu. 

Lelaki akan keluar dari tempat mereka berkumpul dan berburu mencari hewan buruan untuk makan. Wanita akan menetap karena memiliki kewajiban mengandung dan merawat anak. Namun, wanita yang dibekali akal yang sama dengan pria ini akan ‘bekerja’ pula sembari menunggu. Merekalah yang membuat rancangan rumah, perkakas dan perabot, serta memulai bercocoktanam! Setelah dirasa bercocoktanam lebih menentu, banyak lelaki yang berhenti berburu serta membantu kaum wanita untuk bercocok tanam. Saat itu wanita lebih unggul dari lelaki karena mereka memimpin per-cocok-tanam-an. 

Lama kelamaan bercocoktanam jadi milik lelaki. Lelaki juga merambah ke arah beternak hewan-hewan buruan yang didapat dalam keadaan hidup. Wanita kembali ke rumah dan mengurus anak. Lelaki menjadi lebih sadar untuk memperbanyak kekayaan. Mereka memikirkan untuk siapa kekayaan mereka kalau mereka pergi. Akhirnya mereka memilih satu wanita secara pasti supaya ia mendapat anak darinya dan dapat mewariskan kekayaannya pada anaknya. Sejak saat itu, lelaki kembali memimpin kehidupan.

Wanita menjadi percampuran antara dewi dan tolol. Satu sisi ia dipuja karena kecantikannya, satu sisi ia dianggap tolol karena hidupnya hanya bisa ditopang oleh suami. Kebanyakan wanita ‘dipingit’ di rumah karenanya. Hanya diperbolehkan keluar untuk menyelesaikan urusan rumah tangga saja.

Zaman berganti, industri semakin maju. Biasanya wanita harus menenun sendiri di rumah untuk membuat pakaian dia, suami, dan anaknya. Namun industri menawarkan pakaian dengan harga lebih murah dan praktis namun tentu saja membutuhkan tenaga kerja. Awalnya lelaki lah yang bekerja. Namun industrialisasi juga ternyata berimbas pada penarikan wanita untuk ikut serta mencari nafkah. Ternyata kerja perempuan lebih rapih, lebih sabar, lebih nerimo, dan lebih murah. Akhirnya banyak wanita yang menjadi seperti lelaki bekerja mencari nafkah. 

Namun itu tadi, wanita memiliki kodrat untuk mencintai suami dan anaknya. Sehingga sepulang bekerja, ia tidak lantas beristirahat. Namun, kembali membanting tulang mempersiapkan keperluan suami dan anak-anaknya serta membereskan rumah.

You May Also Like

0 comments