Garis Batas

by - August 05, 2016

Rumput tetangga memang sering kali tampak lebih hijau! Syukuri rumputmu dan rawat mereka seperti tetanggamu kalau memang perlu.


"Mimpi orang Afghanistan adalah Tajikistan, karena Tajikistan berlimpah listrik dan perempuan. Mimpi orang Tajikistan adalah Rusia, karena di sana banyak lapangan kerja dan uang. Mimpi orang Rusia adalah Amerika Serikat, karena di sana penuh gemerlap modernitas dan kebebasan.
Lalu, apa mimpi irang Amerika? Mereka yang berada di puncak dari segala mimpi, ternyata masih punya mimpi yang lebih tinggi lagi, pergi ke luar angkasa... Orang-orang kaya berlomba untuk jadi turis antariksa. Entah apa lagi yang perlu dicari manusia di sana."

Ajaibnya garis batas!


"Hilir-mudik melintasi berbagai garis batas, berkali-kali menghadapkan saya pada berbagai realita. Berkali-kali menumbuhkan fantasi, menghancurkan lagi. Kini saya tak hanya berfantasi tentang Indonesia, tetapi juga tentang Cina, tentang Afghanistan, Tajikistan, Kirgizstan, dan semua negeri yang pernah saya lintasi. Setiap perpindahan membuat saya tersadar, garis batas bisa dibuat kaku dan mengekang, menjadi sumber berbagai tragedi kemanusiaan. Namun bisa pula dianggap tak ada, tembus pandang, begitu mudah disobrak dan dilintasi. Garis batas tak lebih hanyalah kotak-kotak bikinan manusia, yang kemudian mendikte dan menentukan takdir.

Orang bilang, garis batas perlu ada untuk melindungi zona aman manusia. Tetapi, untuk siapa? Untuk mayoritas yang ketakutan akan minoritas? Untuk bangsa besar yang takut akan bangsa kecil? Untuk pemerintah yang takut akan rakyatnya? Untuk agama yang takut kehilangan umat? Nasionaliseme yang takut pudar? Budaya yang takut dicuri? Kekayaan yang takut habis? Atau sebenarnya, untuk ego manusia yang ingin selalu eksis dan berkuasa? Garis batas, oh, garis batas..."

"Waspadalah dengan garis batas. Perkelahian biasa, garis batas menysuup di dalamnya, dan jadilah kerusuhan tasial atau pertikaian agama. Perang saudara, dibelah garis batas, jadi konflik internasional. Pernikaan dua kekasih, dipisahkan garis batas, jadi pernikahan antarbangsa. Perdagangan antarkampung, dibumbui garis batas, naik level menjadi perdagangan antarnegara ada pajak internasional, bea cukai, karantina, registrasi, deklarasi, izin impor, dan tetek bengek lainnya. Orang kampung mana yang gembira dengan bonus ruwetnya birokrasi internasional macam ini? toh belanjanya cuma di kampung sebelah."

Tentang Bahasa


"Mungkin ada benarnya teori ini, untuk membunuh sebuah bangsa, bunuhlah dulu bahasanya. Bangsa yang kehilangan bahasa adalah bangsa yang kehilangan identitas. Bangsa ini kemudian melebur ke dalam diri budaya bangsa lain yang lebih besar. Banyak bangsa yang mengalami nasib serupa dalam Imperium Uni Soviet. Nasionalisme mereka luruh, digusur oleh superioritas Rusia. Bangsa-bangsa macam Tatar, Tuva, dan Kazakh meneriakkan kebanggaan nasionalisme dan semangat kemerdekaan, dalam bahasa Rusia yang fasih."

"Bangsa yang tak menguasai bahasa asing akan terkungkung dalam dunianya sendiri, terjebak dalam sekat yang diciptakannya sendiri. Bangsa ini tak banyak tahu tentang dunia luar, hanya jadi penonton di panggung diplomasi dunia. Sementara bangsa besar yang mau belajar bahasa asing punya jaringan informan dan intelijen yang kuat, menguasai ssaluran informasi, dan semakin mendominasi karena berhasil menembus berbagai garis batas."

Tentang identitas bangsa

"Setiap negara butuh jati diri untuk tetap berdiri. Setiap manusia butuh identitas untuk tetap hidup. Di bawah sadar, sebenarnya terpendam identitas kebangsaan kita, yang mendefinisikan dengan orang-orang mana saha kita bisa menyebut sebagai "saudara sebangsa". Ada pula sejarah bangsa, memori kolektif yang mengikat kita dengan orang-orang dengan perasaan senasib sepenanggungan. Walaupun sejarah dan identitas bangsa bisa direka, didefinisikan, dihapus, dilupakan, dimodifikasi, atau bahkan diciptakan dari yang tak ada, tetapi tetap punya kekuatan spiritual -terkadang magis- untuk mempersatukan jutaan indivisu di bawah panji-panji yang sama"
 Subjektivitas sejarah, sering tertipu, tapi entahlah aku suka hehehe

"Betapa subjektifnya sejarah itu! Bangsa-bangsa menulis sejarah dengan diri sendiri sebagai pusat dunia, pusat peradaban. Sejarah begitu mudah dibuat, diputarbalikkan. Kebiadaban sendiri bisa digubah menjadi kepahlawanan. Pembantaian bisa dipuja sebagai pembelaan dan penyatuan. Kebodohan berganti kisah menjadi keluhuran peradaban. Kegagalan bisa dicari kambing hitamnya. Memori bisa diciptakan atau dihapus, kata-kata tinggal ditorehkan. Siapa kawan, siapa lawan, begitu jelas. Sesimpel hitam-putih dan benar-salah"

Tentang menikah... nyempil

"Seperti kata orang, tidak pernah ada senyum terhias di wajah pengantin perempuan Uzbek. Bagaimana mungkin ia bisa tersenyum? Mulai hari ini ia akan tinggal bersama keluarga asing, tidur di ranjang yang sama dengan lelaki tak dikenal, meninggalkan rumah yang selama ini menghangatkannya, meninggalkan zona amannya. Senyum dan tawa bahagia pengantin di Indonesia, lupakan itu! Setetes air mata di pipi kiri, disusul tetesan lain di ujung mata kanan, tiada henti..."

Thankyou! Buku ini serasa menerbangkan aku ke sana. Menyelami misteriusnya negara-negara berakhiran stan itu, setidaknya sekarang baca dulu, mungkin nanti.....baca lagi haha maksudnya caw ke sana.

Garis Batas,
Agustinus Wibowo.

You May Also Like

0 comments